Follow me for TWITTER @TuLIPBerhasil

Follow me for TWITTER @TuLIPBerhasil

Jumat, 21 Agustus 2009

TPM #35: Pillar ke 5, FMECA (Failure Mode Effect & Critical Analysis)

TPM #35: PILAR ke 5, Early Equipment Management (EEM)

Bagian 7: Improvement melalui pendekatan FMEA


Untuk membuat kesempurnaan Mesin, Alat dan Proses kerja diperlukan banyak tahapan. Perbaikan terhadap kekurangan dan kelemahan yang ditemukan pada saat proses rekayasa, perencanaan dan proses (pada pemakaian/implementasi) adalah pendekatan menuju kesempurnaan.


Ada beberapa alat yang dapat dipergunakan pada aktivitas EEM ini antara lain:

· Quality House (nanti akan kita coba bahas pada Quality Management)

· DRBFM ~ Design Review Based on Failure Mode. Metoda ini aslinya dikembangkan oleh TOYOTA Motor Corporation pada aktivitas Design and Development untuk menghilangkan titik kritis, kelemahan dan masalah pada tahapan rekayasa. Intinya DRBFM adalah melakukan Design yang bagus, Proses diskusi Design yang benar dan proses review yang menghasilkan Design produk yang mampu menghasilkan produk (Design yang dapat dibuat, diproduksi masal) yang bermutu dan diterima oleh pelanggan, melalui proses Validasi dan Verifikasi.

· Taguchi Methods. Taguchi methods adalah teknik statistik yang dikembangkan oleh Genichi Taguchi untuk mengimprove mutu dengan pendekatan Hilangnya suatu (banyak) Fungsi pada suatu produk atau alat dalam proses kerja Manufacturing, Engineering, Bio-technology, Marketing, & Advertising. Dengan pendekatan terhadap system kerja, parameter kunci dan toleransi khusus maka diharapkan pembakuan tersebut akan menciptakan suatu variasi mendekati NOL (constant & stabile)

· DOE (Design of Equipment), DOP (Design of Process), DOE (Design of Engineering), DOQ (Design of Quality)…

· FMEA, DFMEA, DMECA, DFSS… QS 9000/TS 16949…

· 8D (8 Disciplines) for Problem Solving, Permanent Corrective Action & Preventive Action… (kita akan bahas lebih lanjut dalam Quality Management). 8D ini dikembangkan oleh FORD Motor Company (1987) ~ atau dikenal dengan Ford 8D ~ Military Standard 1520 ~ Team Orientated Problem Solving (8D TOPS).


Hal yang akan dibicarakan disini lebih kepada perbaikan peralatan kerja yang telah ada dan sudah terpasang dengan menghasilkan suatu produk pada level performa dibawah rata-rata atau belum optimal dan masih dapat ditingkatkan.


FMA (Failure Mode Analysis) ~ adalah prosedur untuk mencari gejala kegagalan fungsi kerja yang muncul segera, sebelum atau setelah suatu kegagalan dari parameter penting suatu sistem. Setelah semua kemungkian dicatat untuk setiap gejala yang terjadi, maka produk atau aktivitas akan terhidar dari masalah.


FMEA (Failure Mode Analysis) ~ adalah prosedur dimana setiap kegagalan potential dalam setiap sub-item dari item dianalisa untuk mementukan efek-efek pada sub-item lain dan pada fungsi yang dipersyaratkan item tersebut.

  • Saverity (SEV = S) ~ adalah suatu penilaian mengenai tingkat keseriusan atas efek potensi kerusakan/kegagalan. Nilai 1 = Aman dan nilai 10 = Sangat Serius.
  • Occurrence (OCCUR = O) ~ adalah tingkat kemungkinan terjadinya kerusakan/kegagalan. Nilai 1 = Berhasil atau tidak mungkin gagal dan 10 = Gagal total atau hampir selalu gagal.
  • Detection (DETEC = D) ~ adalah penilaian kemampuan ‘Pengendalian Design/System’ untuk mendeteksi kelemahan potensial atau mendeteksi kegagalan setelah sistem dijalankan. Nilai 1 = Hampir selalu terdeteksi dan 10 = Tidak terdeteksi sama sekali.
  • Risk Priority Number (RPN) ~ merupakan suatu ukuran resiko (design/system risk), dan nilainya adalah 1 s/d 1,000 = SEV x OCCUR x DETEC = S x O x D.


FMECA (Failure Mode Effect & Critical Analysis) ~ adalah prosedur yang dilakukan setelah FMEA dilaksanakan. Kegunaannya adalah untuk mengklasifikasikan setiap efek kegagalan potensial sesuai dengan tingkat SEV keparahannya dan OCCUR kemungkinan terjadinya.

· Mengidentifikasikan Model kegagalan untuk tiap bagian kecil

· Melakukan penilaian terhadap dampak keseriusan

· Menilai kemungkinan dari munculnya kegagalan berdasar frequensi

· Mengevaluasi Critical point


Keuntungan dari penerapan metoda FMEA adalah :

· Perbaikan mutu, reliability dan keselamatan dari produk dan proses.

· Meningkat daya saing penjualan dan kepuasan pelanggan

· Mengurangi biaya, waktu kerja dan resiko pemborosan/kerugian yang mungkin terjadi

· Merupakan peringatan dini sebelum masalah dan kesulitan terjadi

· Memfungsikan kerja sama team (cross function)

· Menghilangkan masalah muncul dan terulang kembali

· Dapat dipergunakan sebagai masukan bagi perencanaan tindakan pencegahan


Aplikasi FMEA sangat bermanfaat sebagai alat analisa ketika kita akan menerapkan :

· Change management pada analisa dampak/resiko dan keuntungan yang mungkin terjadi

· Quality Improvement, Total Productive Maintenance untuk risk assesment dan improvement

· Quality Management system ISO 9001, OHSAS 18001 & ISO 14001 pada risk assesment

· Teknik Design…dampak dari perubahan, applikasi, proses dan installasi

· Marketing & Services sebelum memperkenalkan produk baru atau menganalisa dapak pelanggan

Sebagai referensi, telah kami bahas secara sederhana pada aplikasi Pondasi ke-4 pada penerapan Working Place Management (6S = 5S + Safety): http://bestmanufacturing.blogspot.com/2009/04/pondasi-4-working-place-management.html

FTA (Fault Tree Analysis) ~ adalah Pendekatan tabel statistik yang menyajikan sejumlah besar data dalam suatu cara dimana kecenderungan pemusatan (rata-rata, mean, nilai tengah) dan distribusinya secara jelas ditampilkan ~ menunjukan adanya hubungan dan keterkaitan kuat bagi kegagalan.

Baut Patah ~ Pengunci Tuas Lepas ~ Tidak dikunci ~ Produk Rusak ~ Lolos dalam packing ~ Terkirim ke customer ~ Menyebabkan kematian ~ Pabrik/Business ditutup karena claim dan pelanggaran.


Pendekatan FMEA ~ Baut Patah dapat menyebabkan Perusahaan ditutup

Pendekatan FTA ~ Perusahaan ditutup hanya karena Baut yang Patah


Sepuluh tahapan dalam menerapkan FMEA :

1. Pilihlah group kerja

2. Buatlah setting analisanya pada group kerja tersebut

3. Buat flow chart process dan fungsi kerjanya

4. Berikan prioritas atas subjek yang akan dikembangkan

5. Kumpulkan data

6. Analisa data

7. Hitung ‘RISK RATING = RPN’

8. Buat Tindak lanjut perbaikan untuk mengurangi resiko dan menambah manfaat

9. Lakukan penilaian terhadap impelemtasi tindakan

10. Lakukan ‘Continues Improvement’ menuju kesempurnaan


Delapan langkah untuk menerapkan FMECA :

1. Buat rinci bagian mesin ke dalam sub-assembly dan komponen

2. Difinisikan parameter yang kritis (Failure Effect) dalam satuan waktu kerja (menit)

  • Produksi = production loss, quality, reject, rework
  • Safety = Resiko kecelakaan
  • Quality = Produk rusak, reject, rework, claim
  • Propagation = Hilangnya waktu produksi karena perbaikan komponen yang rusak dan kegagalan

3. Lakukan penilaian pada bagian kritis tersebut, berapa kali (frequency) terjadi ?

4. Lakukan metoda FMECA

5. Evaluasi hasil implementasi FMECA

6. Buat Tindak lanjut perbaikan untuk mengurangi resiko dan menambah manfaat

7. Lakukan penilaian terhadap impelemtasi tindakan

8. Lakukan ‘Continues Improvement’ menuju kesempurnaan


Rabu, 19 Agustus 2009

TPM #34, Pillar ke 5, Melakukan perbaikan Nilai OEE

TPM #34: PILAR ke 5, Early Equipment Management

Bagian 6: Analisa OEE dan Improvement-nya


TPM #33: Pillar ke 5, SIX Big LOSSES

TPM #33: PILAR ke 5, Early Equipment Management

Bagian 5: SIX BIG LOSSES

Six big losses dalam OEE dikenal sebagai :

1. Breakdown

2. Setup & Adjustment

3. Small stop

4. Speed reduction

5. Startup reject

6. Product reject & Non-conformance Quality


Break Down

Category: Downtime Losses

  • Kerusakan mesin atau alat produksi
  • Kesalahan tooling
  • Perbaikan mesin diluar rencana

Setup & Adjustment

Category: Downtime Losses

  • Tidak adanya operator (absen)
  • Tidak adanya materials
  • Change over alat, produk, material
  • Major adjustment
  • Warming up, setup
  • Penyimpangan faktor proses design

Small stop

Category: Speed losses

  • Stop mesin < 3 menit
  • Perbaikan ringan, minor adjustment
  • Cleanning & checking
  • Perbaikan proses agar berjalan lancar

Speed reduction

Category: Speed losses

  • Material yang tidak standard
  • Perbaikan sementara
  • Selama trial [produk, alat, dsb.]
  • Mesin atau komponen yang aus
  • Kemampuan operator
  • Penyimpangan karena faktor design produk

Speed reduction juga berarti bahwa ‘Mesin tetap beroperasi namun tidak mencapai kecepatan yang konsisten dan konstan sesuai perhitungan teoritis’


Startup reject

Category: Quality Losses

  • Rework
  • Menunggu keputusan ‘Qualitas atau Operasi’
  • Kerusakan produk didalam alur proses
  • Kesalahan dalam pembuatan produk
  • Reject atau kehilangan produk karena setup, warming up dan kegiatan sebelum atau setelah proses berlangsung

Product reject & Non-conformance Quality

Category: Quality Losses


  • Scrap
  • Waste
  • Reject
  • Reject selama proses produksi
  • Not meet to design
  • Reworks

Cara melakukan tracking terhadap downtime

1. Buatlah Structure Downtime

2. Buatlah Index Downtime

3. Buatlah form yang paling mudah untuk diisi

4. Buatlah standard form

5. Gunakan analisa Pareto

6. Lakukan segera ACTION!!!

7. Sempurnakanlah setiap kesempatan dari kekurangan dan keluhan

TPM #32, Pillar ke 5, OEE (Overall Effective Equipment)

TPM #32: PILAR ke 5, Early Equipment Management

Bagian 4: OEE (Overall Effective Equipment)

OEE = Overall Equipment Effectiveness?

· Mengubah ‘Complexs production problem’ menjadi pemahaman yang sederhana dalam pemecahan masalah

· Alat untuk memonitor dan improve keefektifan manufacturing process

· Alat best practice yang simple dan mudah untuk mendongkrak performa kerja

3 komponen penting dalam OEE :

· OEE factor = AR x PR x QR

· 6 Big losses

· Calculation OEE


OEE ~ Angka yang menunjukan tingkat kemampuan kerja suatu sistem produksi secara menyeluruh, meliputi: Efisiensi, Produktivitas & Qualitas


Istilah-istilah yang sama dalam perhitungan OEE :

· Plant Operation Time = Loading Time + Planned Downtime = Loading Time

· Planned Production Time = Loading Hours = Running Time + Downtime

· Running Time = Utilization Hours = Net Operation Time + Speed Losses

· Standard cycle time x process unit = Finished Goods + Reject

· Net Operation Time = Net Utilization Hours = Valuable Operation Time + Quality Losses

· Valuable Operation Time = Value Added Hours

TPM #31: Pillar ke 5, Flexibility

TPM #31: PILAR ke 5, Early Equipment Management

Bagian 3: FLEXIBILITY

Flexibility adalah merupakan fungsi pada perbandingan antara Delivery dibagi Biaya. Artinya suatu sistem produksi dinyatakan Flexible apabila sistem tersebut mampu menghasilkan produk secara ekonomis dan mampu jual (sampai dengan ke tanggan pelanggan).


Kemampuan untuk flexible dipengaruhi oleh :

  • Set up & Change over. Artinya semakin efisien maka akan memberikan dampak pada batch size yang tepat, WIP yang rendah ~ 0, Lead time yang cepat.
  • Demand (kebutuhan) pelanggan/pembeli yang stabil dan mampu di prediksi (forecast-able), sehingga pengadaan mesin, manusia dan materials sanggat mendukung proses tanpa idle.
  • Kapasitas yang terencana artinya Kapasitas selalu dapat mengikuti kebutuhan penjualan (tidak over size atau under-size, threshold capacity).
  • Pengadaan sumberdaya manusia yang mudah dikendalikan (outsourcing, multi-skill, temporary work).
  • Mampu bekerja dengan efisien pada ukuran batch besar maupun kecil pada model maupun variasi produk

Dalam mengukur produktivitas perlu dicermati ‘MEASUREMENT SYSTEM-nya’ sehingga dapat dilakukan Evaluation System (check, audit, meeting) dengan mudah dan tepat. Sebagai pendukung dalam proses improvement untuk mengasilkan performa yang lebih baik perlu diadakannya pelatihan dan pengukuran waktu baku kerja (Training & Time study). Tindakan perbaikan didifinisikan dengan cermat dan terencana sehingga ‘Improvement Action’ benar-benar dapat dilakukan (diimplementasikan dengan baik, benar dan patuh). Pencapaian peningkatan (baru), harus segera dibakukan dalam SOP, OPL atau IK. Pembakuan tersebut menjadi standard kerja baru yang dinamakan Best Practices.


Hubungan atara Productivity (~ Volume/cost) Vs Flexibility (~ Delivery/Cost)

TPM #30: Pillar ke 5, Labor Productivity

TPM #30: PILAR ke 5, Early Equipment Management

Bagian 3: Labor Productivity


Difinisi pada Labor Productivity :


  • PRODUCTIVITY adalah Output Produksi dibagi dengan Input yang dipergunakan untuk menghasilkan produk tersebut. Input = Direct Labor + Indirect Labor + Contract/service Labor + Modal pada mesin dan stock barang + Material baik yang direct dan in-direct + Energy yang digunakan.
  • LABOR PRODUCTIVITY adalah Output produksi pada periode tertentu dibagi dengan pengunaan Labor baik yang direct, in-direct dan service. Standard yang dipakai biasanya adalah Output per Orang per Hari).
  • EFFICIENCY adalah rasio antara pencapaian aktual dibanding dengan pencapaian secara teori (pencapaian yang terbaik yang dapat dihasilkan).
  • LABOR EFFICIENCY adalah rasio antara Waktu kerja untuk menghasilkan produk berkualitas baik dengan total waktu kerja yang digunakan.
  • LABOR HOURS adalah waktu (dalam satuan JAM) yang dibayarkan terhadap produk yang dihasilkan, tanpa memperhitungkan Cuti, Sakit dan Absen.
  • VALUE ADDED (VA) adalah kegiatan pekerja yang benar-benar memberikan nilai tambah bagi produk yang dihasilkan atau berubahnya bentuk produk sesuai dengan keinginan pelanggan. Contoh : Melipat, menekuk, memotong, menambahkan, melubangi, mengurangi, mengatur (adjust), menyambung, menempel, memasukan, memberi warna, memberi indentitas, melakukan perlakuan khusus, mengepak dan menata.
  • SEMI VALUE ADDED (SVA) adalah kegiatan pekerja yang ijinkan untuk mendukung aktivitas VA. Contoh : Loading, Un-loading, memeriksa sesuai penaduan, mengeser, menempatkan, bergerak karena alasan proses, memegang, melepas, melakukan proses kontrol.
  • NON VAUE ADDED (Not Value Added) adalah segala kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah dan tidak dihargai (dibayarkan) oleh pelanggan. Contoh : Memindahkan (transportation), Pergerakan (motion), Kelebihan stock/produksi (over inventory/production), Proses berlebihan (over processing), Menunggu (Waiting), Breakdown, Setup, Change over, berjalan, Kerusakan produk (Defect/Rework),…

Referensi bahasan sebelumnya: http://bestmanufacturing.blogspot.com/2009/04/value-added-activity-aktivitas-bernilai.html dan http://bestmanufacturing.blogspot.com/2009/03/8-pemborosan-muda-di-tempat-kerja.html

Kendala produktivitas :

  • Organization Problems (mencari, membungkuk, meletakan, ergonomi, alat kerja yang salah, pengaturan yang berantakan, tidak adanya prioritas)
  • Machine losses (downtime/breakdown, setting, menunggu spareparts, mengunggu materials)
  • Menunggu (menunggu kesiapan mesin, kesiapan materials, menunggu instruksi, menunggu change over, menunggu pemeriksaan, aliran yang tidak balance)
  • Berjalan untuk mencari sesuatu, berjalan untuk menyediakan perlalatan dan materials, berjalan untuk memeriksa…

Kegiatan ditempat kerja (proses manufacturing) dapat dibedakan menjadi :

ü Operator bekerja dengan Mesin

ü Operator bekerja tanpa Mesin

ü Operator bekerja untuk membantu aktivitas kerja (handling activities)





Penghapusan atau menghilangkan NVA dan mengurangi SVA adalah meningkatkan VA, sehingga produktivitas akan bertumbuh (meledak hebat). Produktivitas ini akan mengangakat tidak cuma Labor tetapi juga OEE. Dan sebagai keuntungannya adalah Turunya biaya operasi.

Cara yang paling utama untuk segera meraih hasil adalah dengan menerapkan 6S (Workplace Management) dengan disiplin, kemudian diikuti implementasi SMED dan TPM.

TPM #29: Pillar ke 5, Industrial Engineering & Operation Management

TPM #29: PILAR ke 5, Early Equipment Management

Bagian 2: Industrial Engineering dan Operation Management


Industrial Engineering adalah ilmu yang fokus memperlajari manusia, materials, mesin/alat kerja dan energi secara sistematik dan terintegrasi dalam kegiatan design, improvement dan implementasi.


Industrial Engineering memiliki tujuan :

1) Perbaikan parameter pada productivity & flexibility

2) Menghapusan pemborosan dengan pendekatan Value Added dan Non-Value Added


Hal-hal yang diperhatikan pada Industrial Engineering :

  • ‘Bagaimana cara membuat suatu barang atau proses ?’
  • Aktivitas kerja dengan menggunakan pergerakan fisik, mekanik dan alat kerja (hard tools).
  • Improvement yang ada berdampak pada Manusia dan Mesin.
  • Pada Bottle-neck dilakukan improvement pada pengurangan set up time/change over (SMED) dan menaikan kecepatan mesin



Hal-hal yang diperhatikan pada Operasion Management :

  • ‘Bagaimana cara mengatur, mengontrol dan mengendalikan suatu aktivitas ?’
  • Aktivitas kerja dengan menggunakan soft tools berupa prosedur kerja, instruksi kerja, OPL, aturan dan tata cara… (Rule, Regulation, Policy & Procedure)
  • Improvement pada perencanaan dan pengendalian atas waktu terhadap hasil
  • Pada Bottle-neck improvement yang dilakukan adalah dengan menghilangkan waktu tunggu terhadap ketersiaan materials

Senin, 17 Agustus 2009

TPM #28: Pilar ke 5: EEM (Early Equipment Management)

TPM #28: PILAR ke 5, Early Equipment Management

Bagian 1: Master Plan Design, Early Equipment Management & Process Management?




Telah dibahas sedikit dalam Toyota Way Prinsip ke 8, yaitu bagaimana manajemen yang benar adalah manajemen yang menyediakan sarana dan suasana yang kondusif bagi tumbuhnya produktivitas dengan selalu mengedepankan peran Manusia dan proses.


Kaitan dengan bahasan yang salama:
http://bestmanufacturing.blogspot.com/2009/03/prinsip-ke-8-dari-toyota-production.html

Metodologi pada Toyota Way prinsip ke 8, Lean Six Sigma pada DFSS/DMAIC/Process management dan Pilar ke 5 TPM adalah sama. Bahwa sebuah design teknis pada mesin dan proses sudah seharusnya mengedepankan :

1. Kemudahan operator dalam menghasilkan barang berkualitas yang konsisten
2. Meningkatnya produktivitas operator karena kemudahan kerja dan suasana kerja yang mendukung
3. Jaminan kepastian mutu pada tahap Materials incoming, inprocess dan finishing
4. Proses kerja produksi yang stabil, tidak hadirnya penyimpangan, kehandalan alat kerja dan ringkas

Dengan ke 4 syarat tadi, maka pengendalian mutu dapat dipastikan hadir dititik awal input, proses produksi, produk jadi dan pengiriman barang kepada pelanggan. Dan tujuan akhir yang dicapainya adalah 6Sigma variasi atau 99.997% GOOD QUALITY ~ menuju kepada ZERO DEFECT.


Para praktisi TPM menyebut pilar ke 5 ini dengan beberapa sebutan antara lain : Master Plan Design, Early Equipment Management (EEM) & Process Management.

Saya memilih pilar ke 5 ini sebagai Early Equipment Management dan saya mengartikan sebagai : Sebuah kegiatan yang terencana pada rekayasa teknis dalam membuat sebuah alat/mesin menjadi lebih sederhana dalam hubungannya dengan pengoperasian (kerja operasi/operator) dan perawatan alat/mesin.


Early Equipment Management terdiri tiga elemen strategi, yaitu :

1) Design for Quality
  • Mendesign sebuah mesin dan proses kerja yang handal untuk menghasilkan barang yang bermutu tinggi, stabil dan tanpa breakdown.
2) Design for Maintainability
  • Design mesin dengan pemilihan material yang baik dan memiliki daya tahan
  • Tahap fabrikasi yang terkontrol pada ukuran dan jenis parts mesin, mutu parts serta proses pengerjaan Assembling bagian mesin yang akurat
  • Adanya panduan pemasangan dan lay-out
  • Gambar instalasi yang benar, jelas dan mudah dipahami
  • Panduan cara pengoperasian yang sederhana
  • Adanya panduan trouble shooting yang jelas dan benar
  • Kelengkapan manual dan dokumentasi
  • Pelatihan dari ahli team pabrikasi alat dan teknis pengoperasian
  • Installasi dan proses Trial run yang benar dan terdokumentasi
  • Proses commissioning dan project hand-over yang benar dan lengkap (check-list & sign-off)
  • Penetapan perencanaan perawatan mingguan, bulanan dan tahunan. Baik secara tindakan dan perkiraan serta control biaya operasi.
3) Life cycle costing
  • Metode costing process dan produksi yang baik dan benar, sehingga terukur (mampu telusur secara laporan keuangan). Hal ini akan memudahkan manajemen mengukur kinerja produksi dan biaya operasi.
Selanjutnya untuk membahas EEM, saya menggunakan pendekatan praktis dalam bekerja dibidang Manufacturing dibanding berbicara secara teknis tentang design mesin dan proses (saya berfaham, bahwa ada pihak yang lebih handal dan hebat untuk membicarakannya dari sudut kaca-mata Design Engineering of Equipment).

Pada EEM ini yang akan saya bahas adalah pendekatan Industrial Engineering dan Operation Management dalam meningkatkan Kinerja (produktivitas) Manufacturing.

Dukungan pihak Engineering 100% terlibat dan support baik disisi Design, Equipment, Maintenance, Proses dan Investasi akan menyelaraskan tindakan pada pecapaian goal perusahaan. Engineering yang saya maksud adalah Department Process Design, Engineering (equipment, mechnical, electrical), Product Development dan Team Investasi (Capital Expenditures, CAPEX).

Sabtu, 15 Agustus 2009

TPM #27: Training Need & Review Analysis

TPM #27: PILAR ke 4, Competencies Based Matrix
Bagian 2: Training Need & Review Analysis



Rabu, 12 Agustus 2009

TPM #26: Pillar 4, Competencies Based Matrix

TPM #26: PILAR ke 4, Competencies Based Matrix

Bagian 1: Apa itu Competencies Based Matrix

Ada beberapa jenis Competencies Based yang dikenal yaitu : Competencies Based Carrier Plannning, Competencies Based Training & Development dan Competencies Based Performance Management.

Yang akan kita bahas saat ini adalah Competencies Based Training & Development.


Mengapa Competencies Based ini diperlukan ? Sebab secara individual perlu diikur kemampuannya (ada dimana dia saat ini ?), Apa yang diperlukan organisasi untuk bertumbuh dan siapa yang ada didalam team untuk mencapainya itu ? Dan pemetaan kemampuan kerja adalah cara terbaik untuk tahu, kekuatan dan kelemahan yang perlu diperbaiki untuk mencapai sasaran organisasi.


Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, hasil kerja produktif dan efektif dalam penggunaan sumber daya memerlukan pekerja yang handal, pekerja yang mumpuni, pekerja yang terampil. Terampil disini bermakna SKILL-full. Ahli dalam pekerjaannya. Untuk menentukan apakah benar pekerja yang bekerja di sebuah mesin dengan aktivitas tertentu itu terampil, perlu adanya Jobs Analysis yang ditekankan pada penilaian kemampuan dalam terampil bekerja. Kemampuan dalam terampil bekerja dibandingkan dengan tuntutan pekerjaan itu berdasar pada Daftar Pekerjaan dan Ketrampilan yang dibutuhkan, dengan melihat kontek rencana bisnis.


Celah perbedaan disebut gaps, yaitu gas competencies. Dan ini dituangkan dalam daftar dan peta kemampuan penguasaan pekerjaan (competencies Mapping). Tindaklanjutnya adalah diadakannya Pelatihan dan pengembangan dengan bentuk :

1. Program Pelatihan (formal dalam kelas dan jobs training)

2. Coaching satu lawan satu, sesuai prioritas kerja dan aktivitas yang ada (Dynamic Coaching)

3. Diskusi kelompok dalam kegiatan pemecahan masalah, improvement action dan Gugus Mutu

4. Proyek-proyek improvement, pengembangan kapasitas, pengembangan produk…

5. Proses delegasi dan suksesi

6. Bulletin, Majalah informasi tentang pekerjaan, Mentoring…

Sebagai referensi lain: http://bestmanufacturing.blogspot.com/2009/03/prinsip-ke-9-dari-toyota-production.html

Contoh Format COMPETENCIES BASED MATRIX :


Jumat, 07 Agustus 2009

TPM #25: Mengatasi Speed Losses

TPM #25: PRODUCTIVITY MEASUREMENT dalam Implementasi TPM

Bagian 2: “Mengatasi SPEED LOSSES”


Enam langkah dalam mengatasi SPEED LOSSES :

Tahap #1 : Hitung Speed Losses yang terjadi dan mulailah mengumpulkan data

a) Bagi data mesin per lokasi dan bagian sesuai urutan dan katagori proses

b) Temukan dan hitung berapa Technical Speed

c) Temukan dan identifikasi gaps ‘Technical & Actual speed’ yang dipakai saat ini

d) Tentukan dari data berapa gaps yang terjadi ‘Technical & Average Speed (hasil dari perhitungan ouput dan total waktu kerja, serta bandingkan pula dengan total waktu kerja efektif)

e) Identifikasikan bottle neck terjadi dimana? Mengapa terjadi bottle neck?

f) Mulailah ulangi pengumpulan data dengan cara yang lebih benar

g) Buatlah indikator performa, starting point dan target point

h) Kumpulkan data berdasar performa shift atau harian dan evaluasi pada setiap minggunya


Tahap #2 : Kembalikan performa mesin kepada konsidi awal (Area/bagian kritis dan set standard baru)

a) Indikasikan dan identifikasikan area kritis untuk mencapai performa yang diinginkan

b) Lakukan perbersihan dan pemeriksaan awal

c) Lakukan Tagging untuk ketidak beresan operasi mesin

d) Implementasikan Pembersihan, Pemeriksaan dan Pelumasan sesuai standard

e) Kembalikan kondisi hingga kondisi prima


Tahap #3 : Buatkan standard awal (sementara) dan lakukan pelatihan untuk ketrampilan dan cara kerja baru yang lebih benar

a) Tentukan standard baru bagi setiap unit kerja mesin

b) Tentukan Ramp up dan Rump Down yang benar sesuai best practices

c) Adakan pelatihan bagi operator untuk cara bekerja yang benar dan lebih baik


Tahap #4 : Perkenalkan cara pencatatan ketidak beresan kondisi operasi mesin

a) Tentukan bagaimana cara mengenali ketidak beresan kondisi operasi mesin

b) Tentukan rencana : kerja Apa, Siapa dan Kapan

c) Lakukan pelatihan sesuai dengan hasil analisa untuk perbaikan kinerja mesin

d) Lakukan evaluasi perbaikan terhadap hasil setiap harinya dan buatlah catatan untuk perbaikan berikutnya


Tahap #5 : Analisa ketidak-beresan dari data yang terkumpul dan lakukan perbaikan hingga penghapusan masalah

a) Lakukan analisa berdasarkan pareto masalah

b) Buatlah prioritas tindakan perbaikan

c) Indetifikasikan masalah dan pemecahannya dengan menggunakan 4M + 5W + 1H

d) Implementasikan tindakan perbaikan

e) Buatlah rencana tindakan dan hasil tindakan secara monitoring visual

f) Tampilkan dalam Visual Board machine


Tahap #6 : Mencapai TECHNICAL SPEED

a) Ukur gaps yang terjadi antara TECHNICAL SPEED vs STANDARD SPEED

b) Temukan titik kritis dan kelemahan mengapa terjadi gaps

c) Buatlah rencana kerja menghilangkan gaps

d) Buatlah standard kerja sehingga pencapaian kekal dan hasil yang bermutu, efektif dan produktif

e) Tetapkan dan kampanyekan sukses satu untuk sukses semua divisi process manufacturing