Follow me for TWITTER @TuLIPBerhasil

Follow me for TWITTER @TuLIPBerhasil

Rabu, 30 September 2009

TPM #46: PILAR ke 7, Penerapan Office TPM begitu sederhana

TPM #46: PILAR ke 7, TPM in SUPPORTS Department (OFFICE TPM)

Bagian 2: Menerapkan OFFICE TPM dengan sederhana dan benar

Hal-hal sederhana yang dapat dijadikan acuan improvement:
  • Banyaknya reject paper di mesin photo copy
  • Mapping aktivitas dan pemetaan Value Added & Non-value Added activity. Membuat matrix, bagan dan lead timenya. Lakukan improvement untuk mempersingkat lead time
  • Diagram informasi dan memotong birokrasi yang tidak bermanfaat
  • Menilai tingkat kepuasan pelanggan, customer complain dan index customer service level (termasuk Ontime delivery)
  • Kesalahan dalam invoicing
  • Monitor fix cost dan variable cost (office supplies dan biaya-biaya lainya meskipun kecil tetapi itu tetap pemborosan)
  • Pemanatauan terhadap pemakaian biaya komunikasi dan kurir service

Gunakanlah prianti Visual sebagai alat monitoring, penandaan dan panduan. Hal ini akan memudahkan pekerja untuk mendapatkan panduan dalam bekerja benar dan biaya yang efektif. Contoh: Visual documentation, Safety ditempat kerja, photo copy yang benar, print-out yang benar, dll.

Office TPM improvement focus pada:

1. Tema tindakan yang jelas dengan tujuan yang jelas dan terukur

2. Identifikasikan hubungan dan mengisolasi masalah

3. Identifikasi dan membuat skala prioritas tindakan perbaikan

4. Memformulasikan tindakan dan memonitor pencapaian secara berkala

5. Melakukan pengulangan setiap keberhasilan untuk bagian lain dan membakukannya


Contoh checklist pada penerapan Office TPM:

1) Apakah ada barang yang terhampar di lantai?

2) Apakah ada barang yang tersimpan di bawah tangga?

3) Apakah barang yang disimpan adalah masih digunakan dalam waktu 3 bulan?

4) Apakah setiap kali memerlukan dokumen dapat menemukannya dalam waktu 3 menit?

5) Apakah banyak kertas bekas?

6) Apakah meja kerja bebas dari debu?

7) Apakah susunan dokumen dan alat kerja diatas meja tertata rapih dan benar?

8) Apakah barang didalam laci adalah barang yang berguna dan tertata dengan benar?

9) Apakah papan tulisnya, papan tempel, pigora, gambar dan lemari tersusun dengan benar, rapi dan bersih?

10) Apakah jendela dan korden bersih dan rapih?

11) Apakah ada panduan visual? Telah benar terpasang dan dijadikan panduan kerja?

12) Apakah gambar dan tempelan yang ada sesuai dengan budaya dan rencana kerja perusahaan?

13) Apakah tanaman yang ada dirawat dengan baik dan benar?

14) Apakah kursi dan meja ruang tamu bersih?

15) Apakah jalur komunikasi dalam konsidi terjaga dan terawatt?

16) Apakah lantai bersih dan tidak ada yang rusak?

17) Apakah semua pintu pintu memiliki identitas? Kondisi baik? Kunci yang mudah ditemukan?

18) Apakah bebas dari serangga dan tikus?

19) Apakah kantin dalam kondisi bersih, baik, nyaman dan terawat?

20) Apakah Toilet dalam kondisi bersih, benar, nyaman dan terawat?

21) Apakah alat kebersihan terjaga dan terawat?

TPM #45: PILAR ke 7, Keuntungan penerapan Office TPM

TPM #45: PILAR ke 7, TPM in SUPPORTS Department (OFFICE TPM)

Bagian 1: Keuntungan pada Penerapan OFFICE TPM

Bagi kebanyakan implementasi Supports Department sering diartikan sebagai penerapan TPM di Kantor atau Office TPM. Improvement produktivitas dan efektifitas hasil organisasi adalah kerja kolektif. Seluruh bagian dari ujung awal ke tahapan akhir, dari karyawan lapih bawah hingga pimpinan organisasi membawa misi untuk tercapainya implementasi TPM dengan benar. Dan pada jaman ini, automasi adminitratif akan sangat mendongkrak kinerja produktif. Sebagai contoh adalah penggunaan: absensi digital, computer bisnis software (applikasi) untuk sales, marketing, accounting, purchasing dan supports aktivitas lainnya.


Dengan implementasi Office TPM ada Delapan pemborosan besar setidaknya yang dihilangkan:
  1. Pemborosan atas proses kerja baik over process dan wrong processing
  2. Pemborosan terhadap biaya pada department Purchasing, Sales & Back Office, Marketing, Design/Development Product, Accounting & HRD
  3. Pemborosan atas aktivitas komunikasi
  4. Hilangnya waktu tunggu dan birokrasi
  5. Pemborosan Set-up
  6. Pemborosan pada tingkat akurasi data, perhitungan dan dokumentasi
  7. Pemoborosan atas aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah
  8. Pemborosan terhadap kemampuan sumberdaya manusia (qualification & competencies)

Keuntungan penerapan Office TPM antara lain:

· Kerja sama team, cross function project/activities dan joint project

· Turunnya Biaya administratif

· Cepat dalam merespon masalah, penanggan pelanggan dan supplier

· Berorientasi pada pelanggan dan penguranggan lead time

· Hilangnya pekerjaan ganda dan rangkap

· Adanya multi skills

· Memotivasi orang untuk bekerja lebih benar dan lebih efisien

· Mengunakan sumberdaya dengan lebih efektif

· Turunnya biaya inventory

· Dokumentasi yang semakin ringkas dan terjaga

· Biaya fix cost & overhead yang turun

· Meningkatnya nilai customer service level

· Turunnya complaint dari pelanggan dan pemasok

· Hilangnya aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (aktivitas dan manusia)

· Tempat kerja yang lebih nyaman, bersih dan aman


Tahapan dalam penerapan Office TPM:

  1. Pelatihan untuk meningkatkan pengertian dan kepedulian akan prinsip-prinsip kerja yang benar dan bernilai tambah melalui Office TPM, i.e: MUDA, MURA, MURI dan 6S organizing working place
  2. Pemetaan pemborosan terhadap PQCDSM (Productivity, Quality, Cost, Delivery, Safety dan Moral)
  3. Pemetaan terhadap aktivitas dan matrix PQCDSM diseluruh supporting department
  4. Mengoleksi data atas pemborosan yang pernah terjadi selama satu tahun terakhir dan membuat tindakan perbaikan sekaligus pencegahannya
  5. Membuat panduan problem solving terhadap permasalahan administrative
  6. Membuat Matrix Skill, menganalisa gaps dan pemenuhan gaps competencies
  7. Penerapan 6S organizing working place dan Kaizen (continues improvement)
  8. 6S Audit dan reporting
  9. Budaya unggul dan saling menghormati sesama pekerja dalam kaitannya hubungan Customer & Supplier

Selasa, 29 September 2009

TPM #44: Pillar ke 6, Pengertian pada Process Control & Process Capability

TPM #44: PILAR ke 6, Quality Maintenance System ‘Hinshitsu Hozen’

Bagian 8: Process Control & Process Capability


Bahasan mendalam untuk Process Control dan Process Capability, insya Alloh akan kami bahas lebih detail nanti pada bab “SPC & Control Chart”. Namun tidak ada salahnya melengkapi tulisan Pilar ke 6 ini dengan sedikit membuka tentang apa itu Process Control dan Process Capability.


Untuk mengevaluasi KEMAMPUAN (Capability) suatu proses, yang pertama harus diingat adalah bahwa STATISTICAL CONTROL dapat mendeteksi adanya terjadinya Penyimpangan (variasi). Index dari Kemampuan Proses menjadi mubazir apabila data yang diperoleh bukan dari pengendalian proses (Proses yang telah dikendalikan). Sebab PROCESS CAPABILITY adalah PREDIKSI dan PREDIKSI akan berarti (ketepatan) apabila SESUATU itu STABIL, VARIASI yang terkendali (dapat dikendalikan).


SPC (Statistical Process Control) dan Penilaian Kemampuan suatu proses adalah BERBEDA, tetapi digunakan bersamaan untuk tujuan pengendalian MUTU dan Improvement.

  • Dengan mengimplementasikan SPC bukan berarti mutu produk akan menghasilkan sesuai specifikasi
  • Hanya dengan menerapkan kedua-duanya-lah.. maka Variasi dan Pengendalian itu dapat terbaca.
  • SPC dan Capability Process adalah bekerja dengan berbeda Control Limit.

SPC digunakan untuk menilai dan mencermati apakah hasil suatu proses itu dalam batas kendali (Control Limit?). Sementara Capability Process Assesment didasarkan pada PENETAPAN, bahwa proses benar-benar tunduk dan mentaati panduan Specification (Specification Limit?).

Dengan menghilangkan penyebab, maka proses dapat terkendali dan terbaca dalam SPC. Sesuatu yang ada dalam kendali, mungkin saja tidak mampu menghasilan specifikasi yang diharapkan, untuk itulah diperlukan pembacaan dalam Capability Process Control (Specification Control Limit).


Pada Kondisi #1, Process benar-benar dalam kendali suatu masalah. Maka improvement yang harus dilakukan adalah menghilangkan penyebab dari masalah tersebut, sehingga Proses benar-benar dalam kendali yaitu pada Kondisi #2. Dimana tidak adanya penyebab khusus dan grafik (trend) menjadi distribusi normal dan selalu konstan dari waktu ke waktu. Bila distribusi (penyebaran) variasi itu kecil dibandingkan dengan tolerasi proses, maka proses benar-benar mampu menghasilkan produk sesuai mutu dan dalam kendali, yaitu seperti pada Kondisi #3. Apabila grafik penyebaran yang terjadi ada ditengah dan penyimpangan yang sangat kecil dibawah toleransi mutu dan specifikasi, berulang dan terus, maka dapat disimpulkan bahwa proses benar-benar dalam kendali dan mampu menghasilkan pengulangan (konsistensi) atas mutu (Under-control, Capable dan Centred).

Yang perlu dipahami dan dicampkan adalah bahwa INDEK CAPABILITY adalah perbandingan ANTARA: CUSTOMER SPECIFICATION dengan ACTUAL PERFORMANCE. Atau lebih sederhananya disebutkan: APA yang SAYA INGINKAN berbanding dengan APA yang SAYA CAPAI????

Jumat, 11 September 2009

TPM #43: Pillar ke 6, LIMA pertanyaan dalam mengimplementasikan ZERO DEFECT

TPM #43: PILAR ke 6, Quality Maintenance System ‘Hinshitsu Hozen’
Bagian 7: LIMA pertanyaan pada implementasi Zero Defect

Lima pertanyaan pada implementasi Zero Defect adalah cara mengevaluasi bahwa proses kontrol telah dilakukan secara lengkap dengan menggunakan parameter ‘Maintenability & Reliability’.

  1. Seringkali tindakan positif dalam menghilangkan kerusakan mutu, namun tidak terdeteksi dan terkonfirmasi karena lemahnya system perawatan dan pencegahan pada sumber masalah.
  2. Ke Lima pertanyaan ini akan mengkait kepada 5M (Machine, Materials, Man, Method & Measure).
  3. Dengan ke Lima pertanyaan ini, pekerja akan menemukan kepedulian akan pentingnya parameter (handal, realible) sehingga meningkatkan level dari proses kontrol.

Lima pertanyaan pada Mesin dan Alat Kerja:

1. Apakah kondisi mesin mampu dilihat, didifinisikan dan jelas?

  • Tetapkan dan standarisasikan range nilai specifikasi.
  • Cara memeriksa, panduan, toleransi, setting dan kontrol ada ditempat kerja, mudah ditemukan dan dimengerti, seperti check list dan check control.
  • Panduan tersebut dituangkan dalam gambaran visual yang sederhana yaitu pada dampak kritis pada hasil mutu & biaya, cara mengoperasikan, cara kerja dan parameter penting lainnya.

2. Apakah kondisi mesin dengan mudah dilakukan pengaturan (setting)?


  • Untuk bagian yang sulit dilakukan setting, pastikan aktivitas ini mampu diukur dengan menggunakan tangan.
  • Untuk bagian yang mudah diubah-ubah (berubah dengan sendirinya), pastikan adanya kepastian atau tetapkan ‘Fixed position’.
  • Lakukan pre-set automatis pada setiap setup pergantian proto-type produk (berganti jenis produk famili...).

3. Apakah nilai-nilai hasil yang didapat bervariasi dan keluar dari standard spesifikasi?


  • Apakah pada kondisi normal proses pekerjaan akan selesai dalam satu shift atau kurang?
  • Ubahlah dan lakukan perbaikan pada setiap tahapan set-up.
  • Apakah kondisi penyimpangan yang terjadi adalah biasa atau luarbiasa (fenomena hasil, variasi?)

4. Apakah variasi tersebut dapat dilihat dengan jelas?


  • Kecil sekali mampu lihat dan deteksi pada penyimpangan.
  • Tindakan inspeksi secara periodik menemukan 90% kemungkinan terjadinya penyimpangan.
  • Secara berkelanjutan melakukan aktivitas monitoring untuk menjamin adanya pemberitahuan bila ditemukan penyimpangan.

5. Apakah kondisi penyimpangan dapat dengan mudah dikembalikan kekondisi semula?


  • Sulit sekali hampir sama dengan kerja seni, membutuhkan waktu lama dan keahlian.
  • Mudah sekali hanya membutuhkan satu operator dan waktu singkat (dibawah 20 menit???).
  • Penyimpangan akan dikondisikan ke semula dengan mengunakan Automatic Adjustment.

Lima pertanyaan pada Material:


1. Apakah material spesifikasi mudah dan jelas digambarkan, didifinisikan dan mampu visual?


  • Pastikan adanya specifikasi dengan range yang jelas, buatlah visual dan dalam jumlah (quantified). Sehingga mudah dipahami, dimengerti dan dipatuhi.
  • Adanya metoda pengecekan yang mudah (check list dan check control).
  • Catatan mutu dapat mudah ditemukan secara visual setiap saat ‘Wall display, visual’.

2. Apakah dengan mudah untuk memproduksi material tersebut berdasar kemampuan mencapai standard specification?


  • Nilai Cpk yang rendah artinya banyaknya masalah yang ditemukan.
  • 1 <>
  • Cpk > 1.33, Proses dan kinerja yang handal.

3. Apakah variasi mutu material ada diluar range spesifikasi?


  • Kegiatan produksi normal dalam setiap shifnya.
  • Perubahan karakteristik materal ditemukan dalam setiap lot atau batch penermiaan atau produksi material?
  • Non-conformities mutu material kurang dari 50ppm.

4. Apakah variasi mutu material dapat dengan mudah diketahui?


  • Tidak adanya alat deteksi penyimpangan mutu sebelum proses itu berjalan.
  • Incoming inspection menemukan adanya kerusakan material lebih dari 90% kedatangan.
  • POKA YOKE diimplementasikan dengan benar.

5. Apakah dengan mudah untuk kembali pada kondisi semula sesuai karakteristik?


  • Bila ditemukan rusak pada proses incoming inspection, langsung di-scrap dan dibuang.
  • Adanya prosedure rework bagi incoming material, kerusakan WIP dan produk gagal.
  • Adanya kehandalan proses yang mengkompensasikan ketidak normalan atas hasil dan mutu.

Lima pertanyaan pada Methoda Kerja dan Proses:


1. Apakah metoda kerja dan proses digambarkan dengan jelas?


  • Kebebasan bertindak dijelaskan konsekuensi logis dan dampak mutu produknya, dengan visual dan jelas dimengerti.
  • Ditemukannya banyak OPL proses, parameter dan visualisasi titik kritis mutu dan proses kerja. Lebih penting lagi adanya konfirmasi bahwa OPL dan pelatihan dari Operator dan Teknisi. Adanya verifikasi terhadap kepatuhan dan kedisiplinan dalam bekerja sesuai petunjuk mutu dan proses kerja.
  • Adanya dokumentasi dan pustaka audio visual untuk training, awareness dan panduan disiplin kerja

2. Apakah mudah untuk dibaca, dipelajari dan dimengerti?


  • Dokumentasi yang ada mudah untuk dipahami bahkan dari bagian yang non-teknis atau dengan skill yang didifinisikan dengan benar dan sesuai tuntutan hasil mutu.
  • OPL, Work Instruction, Trouble shooting and Problem Solving, sketch dan SOP adalah menjadi inti dalam peningkatan kemampuan skill training program.
  • Kurang dari 2 minggu, maka seseorang akan mampu menguasai pekerjaannya dan menghasilkan mutu yang konsisten.

3. Apakah mudah untuk dilakukan ulang proses kerja dan hasilnya konsisten?


  • Adanya banyak kebebasan bagi seorang operator untuk mengubah parameter setting, mudah melakukan tindakan short-cut & jumper, kehilangan kendali dan pelacakan pada banyak permasalah yang terjadi.
  • Cycle time yang terjaga dan kebebasan bekerja dituangkan dalam range tolerasi parameter dengan jelas
  • Implementasi Poka Yoke yang benar untuk menghindari short-cut, jumper dan kesalahan yang tidak diketahui

4. Apakah efektif?


  • Tidak dapat memastikan rate produksi pada jumlah output dan tingkatan mutu.
  • Rate produksi dan mutu itu ada dan diketahui namun tidak dapat diprediksi.
  • Jaminan pada hasil produksi dengan mutu yang konsisten.

5. Apakah mudah untuk kembali semula bila terjadi penyimpangan?


  • Adanya analysia anomali (keterkaitan dengan penyimpangan mutu)
  • Trouble shooting dan problem solving telah dituangkan dalam panduan kerja yang sederhana, visual dan jelas.
  • Adanya Prevention check list

Lima pertanyaan pada Man-power:


1. Apakah Skill dan Competencies didifinisikan dengan jelas, baik dan benar?


  • Hanya pekerjaan kritis dan vital saja yang didifinisikan dengan jelas
  • Skill dan kompetensi telah benar-benar didifinisikan dengan benar
  • Untuk meningkatkan skill dan kompetensi kerja, seorang pekerja dengan mudah untuk mencapai level yang diinginkan karena tersedianya sarana belajar Audio Video Visual, OPL dan dokumentasi mutu.

2. Apakah semua pekerja telah menjalani pelatihan, gap analysis dan perbaikan gaps tersebut?


  • Hanya beberapa orang yang yang dilatih
  • Seruluh pekerja diberi pelatihan, namun masih terdapat gaps yang harus diisi
  • Seluruh pekerja telah dilatih dan mampu bekerja sesuai dengan tuntutan kompetensi yang dimaksud

3. Apakah pelatihan yang ada dapat meningkatkan kinerja produktif dan jaminan mutu konsisten?


  • Pekerja yang tidak termotivasi dan tertarik dengan kaitan mutu produk
  • Rasa tanggung jawab pekerja tidak tercermin dalam proses kerja dan banyak variasi dalam melakukan pekerjaannya (tidak standard, kesulitan mengulang aktivitas yang sama)
  • Penyimpangan yang ada dalam kendali dan diketahui pasti, pekerja bermotivasi tinggi dalam memproduksi barang bermutu

4. Apakah ada system untuk mendeteksi penyimpangan hasil kerja?


  • Beberapa kerusakan tidak terdeteksi
  • Metoda kerja dilakukan audit secara systematic dan diadakan tinjauan perbaikan
  • Seluruh penyimpangan yang ditemukan, dianalisa, diperbaiki untuk mencapai kesempurnaan dan dilakukan secara systematic, structured and documented.

5. Apakah ada system yang mengatur dan mengarahkan bagaimana untuk memperbaiki dan memulihkan?


  • Penyimpangan yang ditemukan pada pekerjaanya dan tidak ditemukan dalam dokumen kerja.
  • Training program diupdate secara bulanan dengan analisa gap dan perbaikannya
  • Adanya program pelatihan yang terencana, terukur dan evaluasi efektivitas dengan parameter Productivitas dan Mutu Produk.

Lima pertanyaan pada Pengukuran (Measure):


1. Adakah system pengukuran AKURASI pada “R&R vs Measurement Range?”


  • Adanya kebutuhan pengukuran terhadap “R&R” dan dijelaskan dengan baik
  • Ketidakpastian dari hasil pengukuran adalah lebih kecil dari kebutuhan akurasi
  • R&R yang ada terbukti kurang dari 10% dan ketidakpastian (uncertainty) adalah 0.025% dari nilai target.

2. Apakah perlatan yang ada mudah kalibrasinya? Ada tindakan kalibrasi? Audit kalibrasi?


  • Perbaikan nilai kalibrasi sulit ditemukan dan didapat, sehingga seringkali perlu adanya perubahan alat (gauge).
  • Sumber masalah penyimpangan diketahui dan dalam pengendalian kalibrasi
  • Kerja kalibrasi dilakukan dengan mudah dan adanya prosedure ‘Right First Time’

3. Apakah ada penjaminan stabilitas proses dan hasil kerja?


  • System pengukuran hanya dapat didapat kurang dari 1 shift.
  • Setiap kali setup maka diperlukan pengecekan terhadap master software.
  • Perawatan perodik dilakukan setiap 6 bulan atau 12 bulan, namun dijamin ke-akurasian-nya.

4. Apakah ada system deteksi untuk Bias, penyimpangan dan variasi?


  • Sulitnya menemukan tingkat kemungkinan penyimpangan atau variasi nilai hasil
  • Untuk meminimalkan resiko maka dilakukan kalibrasi ulang setiap saat atau periode pendek
  • Untuk menjamin bahwa proses dan mutu dalam kendali maka dipasang alat kontrol (gauge) dan adanya check list pengawasan penyimpangan

5. Apakah dengan mudah melakukan kalibrasi? Mengembalikan penyimpangan kepada kondisi semula?


  • Pengkalibrasian (ulangan) dilakukan sesuai dengan jadwal kalender
  • Adanya konfirmasi penyimpangan nilai dan bila ini ditemukan maka dilakukan kalibarasi ulang
  • Adanya control chart dari hasil catatan parameter kontrol proses, dilakukan analisa dan perbaikan untuk mencapai kesempurnaan atas hasil.

Kamis, 10 September 2009

TPM #42: Pillar 6, Quality System untuk Zero Defect

TPM #42: PILAR ke 6, Quality Maintenance System ‘Hinshitsu Hozen’

Bagian 6: Quality System untuk Zero Defect


Untuk mencapai kondisi Zero Defect maka quality system memerlukan dukungan dan landasan system kerja. Adanya kegagalan system dalam mendeteksi suatu proses yang berak cepat dan dinamis dalam menghilangkan masalah (quality problem). Quality system management tersebut harus dikendarai dengan kesungguhan dan kekuatan, sehingga pemborosan dapat dihilangkan dan pada akhirnya perusahaan dapat menghemat dan mendapatkan keuntungan mutu dengan hilangnya pemborosan.


Sering kali budaya mutu yang ada dibanyak perusahaan hanya didasarkan atas sertifikasi mutu pada quality management system (process & product). Prosedur yang dibuatpun seadanya dan cenderung sebagai panduan atas kegiatan pemadaman api masalah (fire fighting). Munculnya masalah berulang adalah ciri bahwa quality management system yang ada belum maksimal dalam mencegah dan mengoreksi permasalahan yang muncul pada proses kerja. Bila lebih diperhatikan lagi, banyak hal yang tidak terencana dan kejutan muncul, contohnya: mesin rusak tiba-tiba, susulan order, adanya kegiatan yang melibatakan karyawan tanpa koordinasi terlebih dahulu, dsb.


Quality Management System sudah seharusnya mengantarkan kita kepada process system untuk menghilangkan pemborosan dan sekaligus permasalahan mutu produk.

1. Mengidentifikasikan, menurunkan dan mengukur (menghitung) dari biaya atas kerusakan mutu

2. Mengembangkan kemampuan dan pengetahuan ‘Know-How’ dalam kegiatan menghapuskan permasalahan atas mutu.

3. Berubahnya pemahaman dari Quality Control Produksi menjadi Process Control, kemudian menciptakan kondisi management system kerja yang efisien untuk mempertahankan keuntungan dan saving bagi perusahaan.


Yang dimaksudkan dalam Biaya Pemborosan/kerusakan atas Mutu (Off Quality Cost) adalah:

1. Internal Quality

  • Process Scrap
  • Quality loss
  • Material yield
  • Over-usage
  • Waste & scrap removal
  • Rework
  • Downgrading to lower quality level
  • Obsolete products dan over production
  • Produk tidak terjual

2. Inspection

  • Testing (pengetesan, uji laboratory)
  • Sample
  • Control operator
  • Alat measurement system
  • Statistical Process Control pada proses dan hasil produksi

3. Prevention


  • Standardization dan specification
  • Poka Yoke
  • Inspection operator
  • Statistical Process Control pada proses dan hasil produksi
  • Quality system, implementasi dan audit
  • Training

4. External Quality


  • Complains
  • Claim
  • Product return
  • Replacement
  • Black list supplier

Perubahan pemahaman Quality pada Quality Control menjadi Process Control dapat diilustrasikan sbb:
  • QUALITY CONTROL adalah Mencicipi sedikit pada setiap Kue Donat yang dibuat.
  • STATISTICAL PROCESS CONTROL adalah mencicipi satu kue donat setiap Nampan (Kotak).
  • PROCESS PARAMETER MANAGEMENT adalah mengatur dan memastikan Suhu, Waktu, Pemeriksaan adalah benar sesuai petujuk cara memasak.
  • KONDISI IMPROVEMENT MANAGEMENT adalah mengejakan pekerjaan dasar (basic activities) pada alat masak, alat ukur (timbangan, timer dan suhu), meja hidangan dan alat kebersihan. Diharapkan bahwa alat masak akan bekerja dengan benar, meja hidangan besih dan alat kebersihan benar-benar menghilangkan kontaminan, sehingga pengunjung senang dan membeli produk yang dihasilkan.

Rabu, 09 September 2009

TPM #41: Pillar ke 6, Quality X-Matrix dan Quality Machine-Matrix pada implementasi Zero Defect

TPM #41: PILAR ke 6, Quality Maintenance System ‘Hinshitsu Hozen’

Bagian 5: Quality X-Matrix dan Quality Machine-Matrix pada implementasi Zero Defect



Prinsip dari Quality Maintenance System adalah mencapai implementasi TPM dengan benar (~ sempurna) dengan hasil (objectives): ZERO ABCDE (Accident, Breakdown, Chronic, Defect & Environment) atau lebih disederhanakan menjadi Zero Defect.


Defect Mode atau model kerusakan maksudnya adalah mengobservasi, mencatat dan menjelaskan bahwa permasalahan mutu diklasifikasikan dengan benar, baik dan dikumpulkan (didapat) dengan cara yang akurat (reliable), sehingga pada saat dituangkan dalam QA matrix grafik Pareto yang didapat akan dengan mudah menganalisa dan menentukan tindakan selanjutnya.


Quality Assurance (QA) Matrix akan mengidentifkasikan permasalahan kerusakan produk yang sebenarnya dari input Team Continues Improvement. Input yang dimaksud adalah Prioritas tahapan proses yang berbeda-beda dan beberapa indikasi pada ditemukannya akar permasalahan.


Cara yang dipergunakan dalam Improvement Methods adalah menganalisa tahapan proses bermasalah hingga ditemukannya akar masalah, dengan menggunakan diagram alir sederhana hingga yang komplek untuk menganalisa tindakan preventive maintenance atau proses kerja. Keluaran dari Improvement ini dijabarkan dengan mengunakan analisa 5M (Machine, Material, Method, Man dan Measure).

1. Mesin akan dijabarkan lebih lanjut dalam QX matrix yang berisi Quality Points dengan rincian Quality terhadap komponen dan Quality pada Parameter proses kerja dan operasi mesin. Pada factor ini fisik spare-parts, bagian mesin, sub-assembli, poros, driver, motor, ..dll diperiksa untuk mendapatkan ketangguhan dan kehandalan mesin.

2. Materials yang dimaksud adalah sifat dan specifikasi property dan fungsi material sebagai bahan baku dan bahan pendukung produk. Bila material sebagai input ini dikendalikan dengan mutu, maka variasi yang ada adalah variasi dalam kendali yang akan menghasilkan produk yang direncanakan.

3. Metoda atau cara proses kerja dipandu dengan quality working instruction yang mudah dimengerti, dikerjakan dan dipatuhi, sebab tahapan operasi kerja adalah kunci penting mengasilkan produk yang bermutu dan konsisten.

4. Manusia pekerja dibekali pengetahuan yang baik dan benar, kemampuannya terus diupayakan meningkat sehingga pemecahan masalah dan kegiatan improvement menjadi dinamis dan cepat tanggap. Keterlambatan penanganan berarti pemborosan atas waktu.

5. Sistem pengukuran (Measurement system) didasarkan pada property proses dan output yang diharapkan hadir ditanggan pelanggan. Inilah yang nantinya digunakan sebagai jaminan atas mutu produk.


Quality Management Matrix adalah jaminan bahwa proses kerja dikendalikan dan dirawat secara benar dengan mengunakan mekanisme Check List [What + Who + When + How + Where].

1. Daftar nilai toleransi yang membatasi penyimpangan mutu sehingga defect (model defect) dapat diukur dengan pasti.

2. Tentukan petugas yang melakukan pengecekan dengan metoda: What + Who + When + How + Where.

3. Hubungkan kombinasi tindakan, check list dan kerusakan.

4. Buatlah check list yang benar-benar dapat menjamin bahwa penyimpangan dapat diketahui sedari awal.

Kondisi dari Quality Management System adalah menjamin bahwa efisiensi kerja dan efektivitas pelaksanaan pengendalian mutu dilaksanakan dengan benar dan disiplin. Hal ini didasarkan pada pelaporan bulanan atau triwulanan yang tindaklanjuti dengan Laporan atas fungsi mutu dan hasil dari tindakan pencegahan dan koreksi terhadap pemasalah yang ada pada periode tersebut, sehingga diwaktu mendatang telah siap untuk merespon kondisi penyimpangan dengan cepat dan pasti berhasil (solve).


Tindakan Improvement dari Quality Management system di-targetkan bahwa fungsi quality bergeser dari Quality Control menjadi Quality Assurance atau menjamin mutu kerja secara mandiri, sehingga didapat efisiensi dari segi tenaga dan waktu kerja yang lebih cepat. Improvement yang dimaksud adalah bahwa pengendalian menjadi sempurna karena ditanggani oleh pekerja yang ahli dibidang operasinya.

Senin, 07 September 2009

TPM #40: Pillar ke 6, House of Quality alat dari QFD (Quality Function Deployment)

TPM #38: PILAR ke 6, Quality Maintenance System ‘Hinshitsu Hozen’

Bagian 4: House of Quality & Quality Function Deployment


House of Quality adalah salah satu alat dalam Quality Function Deployment. Sedangkan Quality Function Deployment (QFD) adalah penyebaran fungsi-fungsi mutu dengan metoda terstruktur dimana persyaratan pelanggan diwujudkan menjadi persyaratan teknis yang sesuai untuk setiap tahap pengembangan produk dan produksi.

Sejarah singkat QFD:

  • 1960, Yoji Akao conceptualized QFD
  • 1970, Most Japanese design used QFD approach
  • 1972, Mitsubishi Heavy Industry implemented (Ship tanker)
  • 1972, 1st QFD published
  • 1978, 1st QFD book was publish in Japanese
  • 1983, 1st QFD book was publish in North America
  • 1994, QFD institute was formed

QFD adalah:

  • Teknik qualitas untuk mengevaluasi dan menganalisa ide design
  • Menjamin bahwa design dapat dicoba dan direalisasikan
  • Mengambarkan kebutuhan pelanggan secara jelas
  • Mendokumentasikan proses design, sehingga pencapaian hasil kerja dapat diukur
  • Mudah untuk melakukan perbaikan dan peningkatan performa design
  • Membaca dampak negatif dan positif
  • Ketepatan dalam mencapai pemenuhan standar pelanggan

QFD adalah mengerti dan memahami apa yang dibutuhkan pelanggan, mutu yang dikendalikan atas pemikiran + physiology + pengetahuan, memaksimumkan peran mutu sebagai nilai tambah bagi pelanggan, memberikan kepuasan bagi pelanggan dan strategi untuk memenangkan produk penjualan di Pasar.


Quality Function Deployment dikembangkan melalui pendekatan hubungan personal (pelanggan) pada kegiatan manufacturing dan bisnis. QFD menghubungkan antara Design, Development, Engineering, Manufacturing dan Service Function (Sales & Marketing).


Cycle dari QFD:

· Menterjemahkan input dari pelanggan dan analisa pesaing kedalam unsur rancangan produk

· Menterjemahkan fitur-fitur produk kedalam spesifikasi dan ukurannya

· Menterjemahkan spesifikasi dan ukuran besaran kedalam fitur-fitur rancangan proses

· Menterjemahkan fitur-fitur rancangan proses kedalam spesifikasi dan ukuran kinerja proses


Alat-alat lain dalam QFD adalah 7 Quality Tools (Check sheet, Control chart, Flow chart, Histogram, Fish bone - cause & effect diagram, Pareto chart dan Scatter diagram) ~ SPC Tools ~ Statistical Process Control.


Dalam perkembangannya 7 Quality Tools diperbaharuhi menjadi: Relations Diagram, Affinity Diagram, Systematic Diagram, Matrix Diagram, Matrix Data Analysis, Process Decission Program Chart (PDPC) dan Arrow Diagram. Alat-alat ini dikembangkan oleh Masao Kogure dan Yoji Akao ditahun 80-an.


Langkah dalam membuat House of Quality:



Persyaratan atau Kebutuhan Pelanggan adalah berdasar pada Voice of Customer (WHAT):

· Performance, Use ability, Attractive

· Benar-benar mengekspresikan ‘bahasa pembeli’

· Brainstorming

· Bersifat: qualitatif, ambisius, tidak utuh, tidak konsisten, samar-samar

· Segmentasi

· Kalibrasi dan qualitatif

· Mendengar langsung

· Scoring : 9 = Excellence; 1 = Not acceptable


Planning Matrix = Evaluasi kompetisi adalah didasarkan pada prioritas kebutuhan pelanggan (WHY):

· Kompetisi dan kompetitor ada diposisi mana?

· Pendapat pelanggan pada design produk

· Pendapat pelanggan tentang kompetitor pada aspek yang sama

· Terukur untuk menentukan posisi (positioning)

· Mengidentifikasikan terjadinya gaps

· Scoring: 9 = Excellence; 1 = No need


Persyaratan Teknik Design & Engineering berdasar atas Voice of Designer or Engineer (HOW) :

· Menjawab kebutuhan pelanggan

· Opsi dan menu pilihan

· Harus dapat diukur

· Flexibility

· Bagaimana kapabilitas proses yang ada?

· Bagaimana kapabilitas RM dan supply yang ada?


Matrix Relationship yaitu Apa hubungan WHAT vs HOW ??:

  • Apakah HOW memuaskan WHAT?
  • Semakin kuat semakin bagus
  • Lakukan pemeriksaan dan analisa hubungan yang ada
  • Scoring : 5 = Strong; 1 = Weak

Pada Atap (Roof relationship) adalah Apakah masing-masing ‘HOW’ saling berhubungan atau bertentangan :

· Bagaimana memperbaiki hubungan kedua ‘HOW’

· Pertahankan keuntungan (Strong)

· Membuat solusi dan alternatif pada hubungan negatif

· Positif, Negatif atau tidak berhubungan


Target yang akan dicapai adalah Seberapa besar nilai ‘HOW’?:

· Bagaimana tingkat kesulitannya?

· Apakah memberikan nilai kompetitif dan nilai tambah bagi pelanggan?

· Apakah ada konflik design dengan pelanggan?

· Bagimana kira-kira dampaknya?

· Bagaimana posisi kompetitor anda?

· Apakah akan menang dalam persaing?

· Apa solusinya? Alternatifnya?

· Apakah harganya terjangkau?

· Segementasi?



Sistimatik berfikir dalam QFD adalah:

  1. Benar-benar memahami apa kebutuhan pelanggan?
  2. Nilai apa yang diharapkan oleh pelanggan?
  3. Melakukan analisa, bagaimana bersikap dan memenuhi harapan kepuasan pelanggan?
  4. Mengerti apa yang menjadi pilihan, keinginan, kebutuhan, harapan atau yang disukai pelanggan?
  5. Memutuskan fungsi dan bagaimana produk akan dibuat untuk pelanggan?
  6. Menentukan level seperti apa yang akan diterima oleh pelanggan?
  7. Menghubungkan seluruh fungsi untuk menghasilkan produk yang bernilai bagi pelanggan: Design, Development, Engineering, Manufacturing dan Service Function (Sales & Marketing).
  8. Menerapkan DFSS (design for six sigma) dengan mengunakan ‘Voice of Customer’ dalam perencanaan produk, mesin dan proses manufacturing.


QFD membantu perusahaan menterjemahkan apa yang diinginkan pelanggan baik yang diungkapkan maupun yang tidak tersirat diharapkan akan dinikmati oleh pelanggan yang membeli produk kita.